Satu Tahun Prabowo: Danantara & Mimpi Besar Mengelola Perusahaan Negara
7 mins read

Satu Tahun Prabowo: Danantara & Mimpi Besar Mengelola Perusahaan Negara

Setahun sejak dilantik, Presiden Prabowo Subianto menegaskan ambisi besar Indonesia dalam mengelola aset strategis negara melalui pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara Indonesia. Langkah ini menjadi salah satu tonggak terpenting pada tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Danantara resmi diluncurkan pada 24 Februari 2025 dengan ambisi menjadi motor pengelolaan investasi nasional, sekaligus wadah untuk mengonsolidasikan aset-aset BUMN strategis di bawah satu atap. Presiden Prabowo Subianto, dalam peluncuran Danantara Indonesia, menyatakan bahwa lembaga sovereign wealth fund (SWF) tersebut diharapkan dapat mengubah cara pengelolaan kekayaan negara demi kesejahteraan rakyat.  “Peluncuran Danantara Indonesia hari ini memiliki arti yang sangat penting karena Danantara Indonesia bukan sekadar badan pengelola investasi melainkan harus menjadi instrumen pembangunan nasional yang akan mengoptimalkan cara kita mengelola kekayaan Indonesia,” ucap Presiden.

Pembentukan Danantara dimaksudkan untuk memperkuat struktur pengelolaan aset negara yang selama ini tersebar di berbagai lembaga dan BUMN.     Pemerintah kemudian menyiapkan modal Rp1.000 triliun kepada Danantara Indonesia untuk mengelola kekayaan negara. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2025 tentang perubahan keempat UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dalam tahap pertama pengembangannya, Danantara telah membentuk struktur organisasi lengkap, termasuk dewan pengawas dan dewan pelaksana, serta meresmikan kantor pusatnya di Jakarta, yakni Wisma Danantara.  Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani mengatakan bahwa pengurus lembaga baru ini bebas dari orang titipan dan penunjukannya telah melalui proses pemilihan secara selektif dan bebas dari kepentingan politis. “Kalau dalam dunia olahraga ada ‘dream team’, maka di Danantara, kami juga memiliki dream team yang siap bekerja keras untuk negeri ini,” ucapnya saat mengumumkan pengurus lengkap Danantara, 24 Maret 2025. Danantara kemudian bergerak cepat mengonsolidasikan seluruh perusahaan pelat merah ke dalam payung holding operasional, yakni PT Danantara Asset Management (Persero) yang dinakhodai langsung oleh Dony Oskaria. Sebagai Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia, Dony telah menyiapkan 22 program strategis yang dijalankan pada paru kedua 2025. Program ini menjadi bagian dari upaya optimalisasi portofolio BUMN yang dibagi dalam tiga klaster, yakni restrukturisasi, konsolidasi, dan pengembangan.  Pada bidang restrukturisasi, Danantara Asset Management atau DAM menyoroti empat sektor utama yang mencakup bisnis maskapai penerbangan, infrastruktur manufaktur baja, proyek kereta api cepat dan sektor asuransi.  “Kami juga mengelompokkan ke dalam program kerja yang berkaitan dengan streamlining dan konsolidasi bisnis,” ujar Dony dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (23/7/2025).

Konsolidasi bisnis akan menyasar 9 sektor BUMN, antara lain bisnis karya, bisnis pupuk, rumah sakit, hotel, gula, hilirisasi minyak, asuransi, manajemen aset, dan kawasan industri. Adapun, 8 program lain difokuskan pada pengembangan bisnis baru dan potensi sektor dengan prospek jangka panjang.  DAM juga akan mendorong akselerasi pada bisnis koperasi, pangan, baterai, semen, perbankan syariah, telekomunikasi, dan juga industri galangan kapal. Untuk mendukung kelancaran seluruh program tersebut, perseroan juga memprioritaskan tata kelola pendukung bisnis, khususnya pada aspek human capital, keuangan, manajemen risiko, dan aspek legal. Di sisi lain, Komisi VI DPR RI mengingatkan DAM untuk menghindari model konglomerasi dalam menjalankan program konsolidasi dan transformasi BUMN.  Anggota Komisi VI DPR Ahmad Labib menyatakan bahwa model konglomerasi yang sebelumnya diterapkan perusahaan pelat merah justru dianggap tidak produktif dan kerap menjadi sumber inefisiensi pada masa lalu.  Musababnya, pembentukan anak usaha BUMN seringkali tidak dilandasi kebutuhan bisnis yang kuat. Berbeda dengan swasta yang membentuk entitas baru guna memperkuat ekspansi usaha dan efisiensi jangka panjang. “Nah, kita ini banyak sekali anak-anak perusahaan [BUMN] itu yang sebelumnya praktek konglomerasi tetapi justru menjadi celah-celah inefisiensi dan kebocoran. Jadi, ini tolong betul nanti dihindari,” pungkas Labib. Proyek Strategis dan Arah Investasi Sejalan dengan penguatan operasional, Danantara juga telah memanaskan kendaraan investasinya lewat PT Danantara Investment Management (Persero). Holding yang dikomandoi langsung oleh Pandu Sjahrir ini menetapkan tiga fokus utama, yakni hilirisasi industri strategis, transisi energi, dan investasi teknologi. Danantara Investment Management atau DIM memulai kiprahnya dengan menggelontorkan investasi senilai US$10 miliar atau sekitar Rp165 triliun mulai Oktober 2025. Dari jumlah tersebut, sekitar 80% akan difokuskan untuk proyek strategis dalam negeri, sedangkan sisanya ditempatkan di luar negeri.  Proyek awal yang akan dijalankan, antara lain pembangunan desa haji di Arab Saudi, proyek energi hulu bersama, serta proyek waste to energy. Beberapa proyek ini diperkirakan mulai beroperasi pada akhir 2025.   Untuk proyek waste to energy atau Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL), Pandu Sjahrir selaku Chief Investment Officer (CIO) Danantara Indonesia, mengatakan bahwa satu proyek itu diperkirakan membutuhkan biaya sekitar US$150 juta—US$200 juta atau setara Rp2,5 triliun—Rp3,31 triliun.  Selain itu, dia menambahkan pemerintah Indonesia berencana memulai 10 proyek PSEL pada akhir 2025. Secara keseluruhan, Pandu mengungkapkan bakal ada sekitar 33 proyek PSEL yang tersebar di seluruh Indonesia “Kami ingin memulai dengan 10 proyek di akhir tahun ini di lima kota berbeda. Satu proyek ini pada dasarnya bernilai US$200 juta, US$150 juta hingga US$200 juta,” kata Pandu dalam acara Forbes Global CEO, Rabu (15/10/2025).

Tak cuma itu, sebagian dana investasi ke dalam negeri juga akan mengalir ke pasar modal Indonesia. Dengan estimasi 5%-10% dari total dana masuk ke pasar saham, nilainya berpotensi mencapai Rp8 triliun hingga Rp16 triliun. “Untuk tahun ini, sekitar 80% investasi akan dilakukan di dalam negeri, sebagian diinvestasikan di pasar publik, obligasi, dan pasar modal,” ucap Pandu.  Kalangan pengamat dan analis menilai langkah Danantara untuk menggelontorkan dana investasi jumbo, baik di portofolio maupun sektor riil dinilai menjadi katalis penting bagi penguatan ekonomi domestik. Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group FEB UI, mengatakan bahwa investasi di sektor riil dinilai mampu membuka lapangan kerja baru sekaligus menciptakan efek berganda terhadap aktivitas ekonomi nasional.  Namun, pelaksanaan strategi bisnis tersebut harus dibarengi dengan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).  “Poin pentingnya semua rencana bisnis ini dilakukan dengan persiapan matang dan menerapkan GCG optimal. Hindari potensi ‘kebocoran’ GCG yang bisa menimbulkan ketidakpercayaan dari publik,” ujarnya kepada Bisnis. Menurutnya, apabila Danantara mampu mengusulkan proyek-proyek investasi baru yang tidak hanya pada modal tetapi juga padat karya, dampaknya dinilai akan semakin besar terhadap perekonomian nasional.

Sementara itu, Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata memandang rencana injeksi modal Danantara ke pasar modal dapat menjadi katalis positif yang menahan pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG). IHSG tercatat melemah tajam sepanjang perdagangan 13 hingga 17 Oktober 2025, sehingga membuat kapitalisasi pasar menguap hingga Rp814 triliun.  Berdasarkan data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI), tekanan jual terjadi di hampir seluruh sektor dan membuat indeks komposit terkoreksi 4,14% selama sepekan ke level 7.915,65 atau dari pekan sebelumnya di 8.257,85. Dengan kondisi tersebut, rencana suntikan Danantara diharapkan berfungsi sebagai penyangga likuiditas untuk menahan penurunan pasar yang lebih dalam, sekaligus memperbaiki kedalaman pasar yang dinilai masih terlalu tipis dibandingkan dengan negara tetangga seperti India dan Hong Kong. “Jika injeksi itu benar terealisasi dan pasar global mulai tenang, ada peluang teknikal rebound ke level psikologis 8.000 dalam jangka pendek,” kata Liza. Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menambahkan kehadiran Danantara sebagai penyedia likuiditas institusional dapat membantu menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar, khususnya pada saham-saham unggulan yang pergerakannya saat ini relatif stagnan. “Hal ini akan membuat spread harga lebih sempit, mengurangi volatilitas, dan menciptakan pasar yang lebih efisien sehingga memberi kenyamanan lebih besar bagi investor,” ucap Ekky saat dihubungi Bisnis beberapa waktu lalu.